TEH
PANAS SPESIAL
Aku bergegas memakai sepatuku,
kemudian mengambil bungkusan nasi kuning yang baru aku beli dari warung
sebelah. Menstarter motorku dan melaju kearah kantor tempatku bekerja.
Aku menemui
om Tan, sosok tua berambut putih yang selalu setia berada di kantor. Om Tan
menjadi penghuni tetap yang cukup rajin melayani pegawai kantor itu.
‘’Om nih
nasi kuningnya. Sarapan dulu ya.’’ Kataku sambil memberikan bungkusan dalam plastik
hitam.
‘’Terima
kasih, Keisya.’’ Katanya pelan sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya dengan
anggukan kecil dan pergi menuju ruanganku.
Om Tan
muncul diruanganku, aku memperhatikannya. Dia menanyakan padaku mau minum apa
pagi ini.
‘’Teh panas
om, boleh?’’ Tanyaku. Ia mengangguk dan pergi tanpa kalimat. Aku kembali
meneruskan pekerjaanku.
Aku meminum
teh panas buatan om Tan. Tumben terasa segar, lain dari biasanya. Rio yang dari
tadi memperhatikanku menyenggol bahuku.
‘’Kenapa
Keisya? Teh buatan om kamu kurang manis?’’ Tanyanya. Aku menggeleng dan
menghadap kearah Rio.
‘’Lain
tehnya om Tan pas, pas sekali manisnya.’’ Kataku, Rio tertawa.
‘’Kamu kan
pegawai kesayangannya om Tan. Jelaslah selalu teh special yang disajikan om
Tan.’’ Katanya
Ya akulah
yang selalu dibuatkan teh oleh om Tan. Sedangkan teman-temanku yang lain lebih
memilih membuat minumannya sendiri.
Om Tan
adalah orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Jika kambuh penyakitnya, maka ia
akan menyendiri dan ngomong gak jelas. Aku memendam rasa kasihan pada om Tan.
Om Tan sebenarnya memiliki keluarga yang cukup mampu. Adik lelakinya adalah
pengusaha yang cukup kaya, namun om Tan kurang mendapat perhatian.
Sore itu . .
. .
Aku kembali
ke kantor, tapi kantor sepi. Aku memutari ruangan hingga ke bagian belakang
kantor. Aku menemui om Tan tengah membersihkan kebun kecil di belakan kantor.
Aku medekatinya dan menyapanya.
‘’Pada
kemana yang lain om?’’ Tanyaku. Om Tan melihatku dan tersenyum
‘’Gak tau
keisya, dari tadi udah sepi.’’ Katanya. Lagi-lagi senyum yang diperlihatkan om
Tan sembari melanjutkan aktivitasnya.
***
Sehari
setelah aku tak masuk kantor karena sakit, pagi ini aku siap berativitas
seperti biasanya. Tak lupa sebelum ke kantor aku membeli nasi kuning di warung
sebelah. Membawa sebungkus nasi kuning untuk om Tan. Sampai di kantor aku
memanggil om Tan, tapi setelah beberapa kali kupanggil om Tan tak menghampiriku
seperti biasanya. Aku mencarinya hingga ke dapur sampai ke kebun belakang,
namun aku tetap tak menemui om Tan. Ah mungkin lagi ke kios, kataku dalam hati.
Aku menuju ke ruanganku dan langsung mengerjakan beberapa pekerjaan yang sempat
tertunda karena sakit kelemarin.
***
Aku kaget
tak percaya . . . .
Airmataku
mengalir, hari ini, esok, dan bahkan untuk selamanya aku takkan melihat om Tan
lagi. Aku kesal, marah, tapi tak tau pada siapa. Siang ini aku mendengar kabar
tentang om Tan yang akan melakukan operasi ginjal di Jakarta. Ginjalnya akan
diberikan kepada adiknya yang pengusaha kaya itu.
‘’Saat lagi
dibutuhkan baru di ingat, tapi sebelumnya tidak pernah diperhatikan.’’ Marahku.
Tak terasa
air mataku mengalir lagi, aku menyesali sesuatu yang tak kutau. Tak lagi kurasakan
teh panas special setiap pagi dan tak lagi ku lihat senyum om Tan yang seperti
tanpa beban. Meskipun tingkah om Tan kadang menjadi bahan tertawaan orang lain
karena kekurangannya, tapi aku tetap menghargainya. Kuatlah om Tan aku
mendoakanmu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar