Sabtu, 27 Juli 2013

CERPEN karya : yuki luvitasari



TEH PANAS SPESIAL

            Aku bergegas memakai sepatuku, kemudian mengambil bungkusan nasi kuning yang baru aku beli dari warung sebelah. Menstarter motorku dan melaju kearah kantor tempatku bekerja.
            Aku menemui om Tan, sosok tua berambut putih yang selalu setia berada di kantor. Om Tan menjadi penghuni tetap yang cukup rajin melayani pegawai kantor itu.
            ‘’Om nih nasi kuningnya. Sarapan dulu ya.’’ Kataku sambil memberikan bungkusan dalam plastik hitam.
            ‘’Terima kasih, Keisya.’’ Katanya pelan sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya dengan anggukan kecil dan pergi menuju ruanganku.
            Om Tan muncul diruanganku, aku memperhatikannya. Dia menanyakan padaku mau minum apa pagi ini.
            ‘’Teh panas om, boleh?’’ Tanyaku. Ia mengangguk dan pergi tanpa kalimat. Aku kembali meneruskan pekerjaanku.
            Aku meminum teh panas buatan om Tan. Tumben terasa segar, lain dari biasanya. Rio yang dari tadi memperhatikanku menyenggol bahuku.
            ‘’Kenapa Keisya? Teh buatan om kamu kurang manis?’’ Tanyanya. Aku menggeleng dan menghadap kearah Rio.
            ‘’Lain tehnya om Tan pas, pas sekali manisnya.’’ Kataku, Rio tertawa.
            ‘’Kamu kan pegawai kesayangannya om Tan. Jelaslah selalu teh special yang disajikan om Tan.’’ Katanya
            Ya akulah yang selalu dibuatkan teh oleh om Tan. Sedangkan teman-temanku yang lain lebih memilih membuat minumannya sendiri.
            Om Tan adalah orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Jika kambuh penyakitnya, maka ia akan menyendiri dan ngomong gak jelas. Aku memendam rasa kasihan pada om Tan. Om Tan sebenarnya memiliki keluarga yang cukup mampu. Adik lelakinya adalah pengusaha yang cukup kaya, namun om Tan kurang mendapat perhatian.
            Sore itu . . . .
            Aku kembali ke kantor, tapi kantor sepi. Aku memutari ruangan hingga ke bagian belakang kantor. Aku menemui om Tan tengah membersihkan kebun kecil di belakan kantor. Aku medekatinya dan menyapanya.
            ‘’Pada kemana yang lain om?’’ Tanyaku. Om Tan melihatku dan tersenyum
            ‘’Gak tau keisya, dari tadi udah sepi.’’ Katanya. Lagi-lagi senyum yang diperlihatkan om Tan sembari melanjutkan aktivitasnya.

                                                               ***
            Sehari setelah aku tak masuk kantor karena sakit, pagi ini aku siap berativitas seperti biasanya. Tak lupa sebelum ke kantor aku membeli nasi kuning di warung sebelah. Membawa sebungkus nasi kuning untuk om Tan. Sampai di kantor aku memanggil om Tan, tapi setelah beberapa kali kupanggil om Tan tak menghampiriku seperti biasanya. Aku mencarinya hingga ke dapur sampai ke kebun belakang, namun aku tetap tak menemui om Tan. Ah mungkin lagi ke kios, kataku dalam hati. Aku menuju ke ruanganku dan langsung mengerjakan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda karena sakit kelemarin.

***
            Aku kaget tak percaya . . . .
            Airmataku mengalir, hari ini, esok, dan bahkan untuk selamanya aku takkan melihat om Tan lagi. Aku kesal, marah, tapi tak tau pada siapa. Siang ini aku mendengar kabar tentang om Tan yang akan melakukan operasi ginjal di Jakarta. Ginjalnya akan diberikan kepada adiknya yang pengusaha kaya itu.
            ‘’Saat lagi dibutuhkan baru di ingat, tapi sebelumnya tidak pernah diperhatikan.’’ Marahku.
            Tak terasa air mataku mengalir lagi, aku menyesali sesuatu yang tak kutau. Tak lagi kurasakan teh panas special setiap pagi dan tak lagi ku lihat senyum om Tan yang seperti tanpa beban. Meskipun tingkah om Tan kadang menjadi bahan tertawaan orang lain karena kekurangannya, tapi aku tetap menghargainya. Kuatlah om Tan aku mendoakanmu.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar